4 Okt 2013

Nikah Siri, Sah Menurut Agama, Tidak Sah Menurut Negara


KEMBANGAN (Pos Kota) – Meskipun nikah sirih  dan anak yang dilahirkan sah sesuai ketentuan agama  karena ada wali, ada saksi, ijab,  namun persoalannya nikahnya itu tidak mempunyai kekuatan hukum. Karena nikah sirih tidak dicatat di Kantor Urusan Agama.
Terlebih bagi  anaknya. Akan timbul problem saat anak itu masuk sekolah  atau melanjutkan kuliah  karena akan diminta akta kelahiran. Sedangkan akta kelahiran bisa dibuat berdasarkan surat nikah dari orangtuanya .
”Untuk mensahkan status pernikahan dan anak yang dilahirkannya  harus diisbatkan di Pengadilan Agama. Dengan penetapan pengadilan agama itu maka anak dan isterinya akan dicatatkan di Pengadilan Agama,” kata H. Achmad Fulaih  dalam acara Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bertema  Hukum Waris Berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Perdata Barat di Indonesa, di Ruang Serba Guna Kantor Walikota Jakarta Barat, Selasa (27/9).
Demikian pula kalau  pembagian warisan dan terjadi hal-hal yang harus dibawa ke pengadilan. Anak tersebut akan dipertanyakan bukti-bukti autentiknya jadi harus jelas pernikahannya dan status anaknya. ”Berdasarkan UU No.1 tahun 1974 pasal 1 ayat 2 menyebutkan nikah itu syah apabila dicatat secara resmi,” ujarnya.

Menyinggung pernikahan massal yang sering diselenggarakan, padahal kedua pasangan  pengantin itu sudah melaksanakan pernikahan sirihnya 5 tahun yang lalu, secara de jure atau secara hukum resmi. Tapi yang jadi pertanyaan anak yang dilahirkan dari hasil nikah sirih , umpamanya sudah dua atau tiga tahun yang lalu, maka status anaknya lahir diluar nikah.
Untuk menetapkan keabsahan dari pernikahan maupun anak yang dilahirkannya perlu diisbatkan  di Pengadilan Negeri. ”Oleh karenanya pernikahan massal bukan jalan keluar untuk nikah siri. Dan yang lebih baik nikah secara terang-terangan karena menyangkut implikasi hukumnya,” jelas Sekko Jakarta Barat, H. Firdaus Mansur, yang ikut tampil sebagai pembicara  .
Menurut H. Firdaus, apabila masalah pembagian warisan ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, maka dikhawatirkan hubungan persaudaraan yang tadinya erat bisa menjadi rusak bahkan tak jarang berujung pada terjadinya pertumpahan darah.
Pembagian harta waris ada yang diatur menurut Hukum Islam ada yang menurut hukum waris KUH Perdata .
Sosialisasi yang dibuka peraturan perundang-undangan tersebut diselenggarakan oleh Bagian Hukum Pemkot Jakarta Barat diikuti  150 peserta terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, organisasi massa dan ibu-ibu PKK menghadirkan tiga nara sumber H. Zulkifli Yus, , Nur Hayati, dan H. Achmad Fulaih. (herman/dms)
FOTO : Peserta solisasi peraturan perundang-undangan Hukum Waris Berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Perdata Barat di Indonesa,tengah mengajukan pertanyaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.