9 Jan 2011

Poligami adalah Kebutuhan Sosial


 Allah telah menciptakan segala sesuatu yang ada di atas bumi ini, termasuk manusia, sesuai dengan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Tak ada satu pun, di dunia ini, ciptaan Allah yang kontradiksi, berbenturan atau bertentangan. Begitu pula, tak ada benturan maksud perintah yang satu dengan yang lainnya. Apabila Allah memerintahkan sesuatu, pasti perintah tersebut telah disesuaikan dengan hukum alamnya. Jika Allah memerintahkan hamba-Nya berwudhu’ (bersuci sebelum shalat), maka sudah barang tentu, berwudhu’ merupakan hukum Ilahiyah yang di dalamnya terkandung berbagai macam kebaikan, hikmah dan manfaat. Begitu pula, dengan poligami, sudah barang tentu di dalamnya mengandung hikmah Ilahiyah dan manfaat yang tidak bisa dilihat secara keseluruhan oleh manusia.
Apabila ada sebagian orang mengkalim telah memahami alasan, mengapa Islam memperbolehkan poligami, maka hal itu tidak berarti, orang tersebut telah memahami keseluruhan hikmah yang terkandung di balik pembolehan poligami. Tak ada orang yang menjamin secara  pasti, bahwa alasan-alasannya itu merupakan dasar bagi Allah dalam mempermbolehkan poligami. Apa yang yang sudah ditetapkan Allah, tidak dapat dibatalkan manusia, dengan atau tanpa alasan. Kebaikan, hikmah dan manfaat poligami telah disesuaikan dan diperhitungkan oleh Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Allah berfirman: "Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan kamu rahasiakan) dan Dia Maha Halus, lagi Maha Mengetahui." (Al Muluk : 14).
Analogi berikut ini mungkin bisa membantu memahamkan apa yang dimaksud. Jika suatu hari ada orang yang tidak mengkonsumsi salah satu jenis makanan, lalu ditanya, mengapa tidak memakan ini atau itu? Lalu ia menjawab, aku baru saja periksa ke dokter. Aku divonis, terkena penyakit diabetes. Oleh karena itu, aku dilarang agar tidak mengkonsumsi makanan ini. Dokter itu menganjurkan saya agar memperbanyak makanan ini atau itu. Coba perhatikan! Betapa patuh dan taat, orang itu kepada dokter yang baru saja memeriksanya. Betapa percayanya ia kepada dokter, sehingga tanpa berpikir panjang lebar, mencari-cari alasan agar dirinya bisa lolos dari anjuran dokter. Ia benar-benar menjalankan semua petunjuk dokter yang memeriksanya.
Mengapa orang itu sedemikian patuh dan yakinnya kepada dokter? Sebab, ia tahu bahwa dokter itu memang ahlinya di bidang pengobatan penyakit yang dideritanya. Apa jadinya apabila orang itu mengabaikan petunjuk dokter? Tentu, ia akan menanggung resiko yang lebih besar, mungkin saja kematian.
Begitulah kiranya, orang yang tidak yakin dan tidak patuh kepada Allah dan rasul-Nya. Mengapa mayoritas orang begitu patuh kepada dokter, sementara, terhadap Tuhannya sendiri mengingkarinya. Mengapa kebanyakan orang sibuk berpikir panjang lebar, apabila hendak menjalankan perintah atau petunjuk Allah, sementara terhadap perintah dokter, langsung menerimanya tanpa ada keraguan sedikit pun. Allah telah mengingatkan umat manusia, agar tidak acuh dan sibuk mencari pembenaran dirinya sendiri (keinginan pribadi) dan meragukan kebenaran-Nya. Sebab, jika manusia benar-benar melakukan hal itu, maka itu berarti mereka telah merancang kehancuran bagi kehidupan bumi dan seisinya. "Andaikata kebenaran itu menurut hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya." (Al Mu'minun : 71).
Poligami merupakan petunjuk dan solusi Allah Sang Pencipta yang Maha Mengetahui. Poligami dirancang, agar kehidupan yang sakit segera menemukan obatnya. Oleh karena itu, tak perlu dicari-cari kelemahan dan alasannya, agar dapat dilenyapkan dari muka bumi ini. Menutup poligami berarti menutup akses bagi penyakit yang akan keluar dari badan. Semakin rapat orang menutup akses poligami, semakin sakit (rusak) tatanan masyarakat ini. Oleh karena itu, semakin kuat tutup yang digunakan, semakin sesak nafas kehidupan ini, dan pada akhirnya menemui ajalnya dengan cara yang tragis.
 
1. Perbandingan Kuantitas antara Perempuan dan Laki-laki
 
Teori tentang perbandingan kuantitas antara laki-laki dengan perempuan merupakan salah satu bukti alam, yang secara konkrit ikut andil bagi pembenaran ketentuan poligami. Sebenarnya, bukan hanya manusia, hampir semua makhluk ciptaan Allah, yang berjenis kelamin perempuan, apapun itu, pasti akan lebih banyak betinanya dari pada pejantannya, meskipun ada pengecualiannya. Komunitas lebah, jumlah betina jauh lebih besar dari pada pejantannya. Bagitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, jauh lebih banyak dari pada lebah yang akan membuahinya. Mengapa demikian? Jawabnya adalah, karena jika pejantan lebih banyak dari pada betina, maka sudah pasti kehidupan ini akan hancur. Apabila ikan pejantan lebih banyak dari betinanya, maka sudah dapat dipastikan pasokan ikan bagi manusia akan jauh berkurang, sebab ikan pejantan tidak akan bertelur. Akibatnya, jumlah ikan menjadi jauh berkurang dan manusia tidak dapat mengkonsumsi ikan dengan mudah, seperti sekarang ini. Begitu halnya dengan lebah. Apabila lebah pejantan lebih banyak dari pada betina, maka kehidupan manusia juga akan hancur. Sebab, lebah pejantan tidak akan menghasilkan keturunan, karenanya jumlah lebah menjadi sangat sedikit. Apabila jumlah lebah sedikit, maka tumbuhtumbuhan yang mengandalkan pembuahannya melalui lebah tidak akan berbuah, karena jumlah lebah jauh lebih sedikit dari pada tumbuh-tumbuhannya. Meskipun jumlah betina jauh lebih banyak, akan tetapi Allah telah menciptakan setiap pejantan memiliki kapasitas atau kemampuan membuahi yang seimbang dengan jumlah betina. Artinya, setiap satu pejantan mampu membuahi sekian banyak betina.
Begitu pula dengan manusia. Jumlah perempuan jauh lebih banyak dari pada laki-laki. Mengapa demikian? Sebab, keadaan akan jauh bereda jika jumlah laki-lakinya yang lebih banyak. Pasti akan terjadi kekacauan dan keonaran di mana-mana. Dalam kondisi seperti sekarang saja, dengan jumlah perempuan jauh lebih banyak, banyak laki-laki yang bertarung memperebutkan perempuan, apalagi jika sebaliknya. Bayangkan, setiap satu perempuan akan diperebutkan oleh empat puluh laki-laki atau lebih. Meskipun jumlah perempuan jauh lebih banyak, akan tetapi Allah telah menciptakan setiap laki-laki memiliki kemampuan mensejahterakan, melindungi dan tentu saja “membuahi” lebih dari satu perempuan.
Rasulullah, pernah mengingatkan umat Islam, jauh sebelum ada penelitian tentang perbandingan kuntitas antara laki-laki dengan perempuan. Di dalam sebuah hadis, beliau menyebutkan bahwa, suatu saat nanti pasti akan terjadi perbandingan jumlah yang terpaut secara signifikan antara laki-laki dengan perempuan. Riwayat al-Bukhari menyebutkan perbandingan antara laki-laki dengan perempuan berkisar antara empat puluh hingga lima puluh. Seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah dalam hadis: “Telah memberitahukan kepada kami Musaddad, telah berkata kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Anas ra. Berkata: sungguh saya akan memberitahukan kepada kalian sesuatu yang saya dengar sendiri dari Rasulullah, berita ini tidak beliau beritahukan kepada selain saya, saya mendengar Rasulullah bersabda: sesungguhnya sebagian tanda-tanda hari kiamat adalah hilangnya ilmu, maraknya kebodohan, perzinaan dan minuman keras, minimnya jumlah laki-laki dan tingginya jumlah perempuan, sehingga setiap lima puluh perempuan berbanding satu laki-laki”.
Semua hasil penelitian ilmiah tentang ratio ini, menunjukkan trend yang terus mendekati angka yang ditunjuk nabi. Setiap tahun, terjadi ketimpangan ratio perbadingan jumlah antara laki-laki dengan perempuan, secara signifikan. Sebut saja, penelitian ini dilakukan oleh Kilbridge pada tahun 1994 yang kemudian dikutip oleh Sherif Adbel Azeem dalam karyanya: Women in Islam Versus Women in The Judaeo-Cristian Tradition: The Myth and The Reality. Dalam bukunya itu, Syerif Abdul Azeem menunjukkan hasil penelitian Kilbredge bahwa, jumlah penduduk dunia saat ini mengalami ketidakseimbangan ratio antara lakilaki dengan perempuan. Dia menyebutkan, bahwa di Amerika Serikat pada tahun itu (1994) jumlah perempuan 8 (delapan) kali lebih banyak dari pada jumlah laki-laki. Di negara semacam Guinea ada 122 (seratus dua puluh dua) perempuan untuk 100 (seratus) laki-laki. Bahkan hasil yang sangat mengejutkan terdapat di Tanzania ada 95,1 (sembilan puluh lima, satu) laki-laki untuk 100 perempuan. Data-data itu memiliki kesamaan hasil. Artinya, hampir di seluruh negara di dunia ini, mengalami perbandingan ratio yang tidak berimbang. Hasilnya sama, yaitu jumlah perempuan jauh lebih besar dari pada jumlah laki-laki.
Angka perbandingan tersebut tentu akan berdampak secara langsung terhadap kondisi sosial. Sebab, jika ratio laki-laki lebih banyak, maka akan terjadi kekacauan dunia, karena para laki-laki akan sibuk memperebutkan perempuan. Akan tetapi, jika ratio perempuan lebih banyak, maka akan terjadi kemaksiatan di manamana. Banyak perempuan yang tidak bersuami, membutuhkan perlindungan, kesejahteraan dan keamanan. Karena, mereka tidak mendapatkan hajat fitrahnya, maka terjadilah pencarian hajat primer tersebut dengan cara-cara yang sangat liar. Tidak jarang di antara mereka yang menjajakan diri, menjadi gelandangan da hal-hal negative lainnya. Selain itu, masih banyak alternatif pilihan yang dilakukan orang akibat dari ratio yang tidak berimbang ini. Sebagian orang lebih memilih selibasi (membujang), sedangkan sebagian yang lain, barangkali akan lebih suka membuang atau membunuh bayi perempuan (sebagaimana yang telah terjadi dalam masyarakat dunia sekarang ini), atau memilih jalan ekstrim dengan memberikan toleransi seluas-luasnya terhadap semua cara hubungan seks, prostitusi, seks pra atau tanpa nikah, homoseks, ATM kondom dan lain-lain.
Di beberapa negara Afrika, kaum perempuan muda menunjukkan fenomena yang luar biasa. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hillman tentang fenomena perempuan muda di Afrika baik Kristen maupun Islam atau lainnya, lebih suka dinikahi oleh laki-laki yang sudah menikah, yang telah terbukti dapat menjadi suami yang bertanggungjawab dari pada dinikahi oleh laki-laki lajang yang belum terbukti bertanggungjawab dan belum teruji. Bahkan dari penelitian itu, terungkap adanya fakta lain yang sangat mengejutkan. Ternyata, banyak perempuan Afrika yang mendesak suaminya untuk memperistri perempuan lain agar mereka dapat “berbagi” kebaikan sang suami dengan perempuan lain. Nampaknya ada kesadaran akan pentingnya poligami, yang luar biasa yang tumbuh di antara mereka. Mereka menyadari, sudah terjadi krisis gender yang sangat mengerikan pada sebagian besar masyarakat Afrika dan masyarakat modern saat ini.
Satu dari dua puluh pria kulit hitam di Amerika meninggal dunia sebelum mencapai umur 21 tahun. Penyebabnya adalah pembunuhan yang sering terjadi di antara mereka. Di samping itu, banyak lakilaki dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan, di penjara, dan kecanduan obat-obatan. Akibatnya, satu dari empat perempuan kulit hitam pada umur 40 belum pernah menikah. Sementara itu, di kalangan perempuan kulit putih, pada usia yang sama, terdapat satu dari sepuluh wanita tidak pernah menikah. Selain itu, banyak perempuan kulit putih sekarang ini yang menjadi single parent (ibu rumah tangga tanpa bapak) sebelum berumur 20 tahun. Mereka dilanda perasaan akan kebutuhan adanya orang-orang yang mampu melayani, mendampingi dan melindungi mereka. Untuk memenuhi kebutuhan itu, mayoritas perempuan single parent tersebut, terlibat dalam apa yang disebut man sharing (satu orang laki-laki untuk beberapa perempuan atau berbagi suami). Jumlah kominitas mereka, semakin hari semakin bertambah, bahkan menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan.
Kondisi yang sama, juga dialami oleh perempuan-perempuan Indonesia sekarang ini. Banyak di antara mereka yang dilanda perasaan akan kebutuhan adanya orang-orang yang mampu melayani, mendampingi dan melindungi, rela menjalin dan terlibat hubungan gelap dengan laki-laki yang sudah menikah, sementara istri-istrinya yang “sah”, sama sekali tidak mengetahui, ada perempuan lain sedang berbagi suami atau berselingkuh dengan suami-suami mereka. Fakta ini, seakan-akan membenarkan pernyataan: “Tak ada perempuan yang rela dimadu, tetapi banyak yang siap menjadi yang kedua.” Melihat kondisi seperti ini, para penyusup trend pemikiran Barat justru, mengutuk fenomena perempuan yang mau dimadu atau dengan sengaja menawarkan dirinya untuk dimadu atau bahkan dengan sengaja mengijinkan suaminya menikah lagi dengan suka rela.
Faktor lain yang mempengaruhi semakin meningkatnya jumlah perempuan adalah terjadinya konflik berkepanjangan di beberapa negara di dunia. Sudah pasti, keadaan itu menjadi masalah pada masa-masa konflik di negara-negara tersebut, karena banyak laki-laki yang tewas, akibat konflik tersebut. Akibatnya, semakin banyak perempuan yang menjanda, tidak menikah atau kekurangan laki-laki. Apa yang dialami oleh bangsabangsa seperti Irak, Palestina, Pakistan, Afganistan serta wilayahwilayah konflik lainnya merupakan penderitaan berkepanjangan, akibat kalah perang. Dalam posisi kalah seperti ini, biasanya negara-negara tersebut mengalami penurunan ratio laki-laki.
Menarik untuk dikemukakan di sini, sebuah konferensi pemuda internasional yang diselenggarakan di Munich (Jerman) pada tahun 1948 salah satu topik yang didiskusikan adalah persoalan ketidakseimbangan ratio laki-laki dibanding perempuan secara signifikan. Semua peserta diskusi pada waktu itu berusaha menawarkan solusi atas fenomena tersebut. Berbagai argumenpun dipaparkan dengan metode dan teori-teori ilmiah. Namun, setelah jelas-jelas tidak ada solusi yang tepat, secara mengejutkan beberapa peserta menawarkan konsep poligami. Pada awalnya para peserta merasa ada yang aneh, kaget dan memberikan reaksi tidak suka terhadap solusi tersebut. Akan tetapi, setelah mengakaji konsep poligami secara mendalam, para pesertapun sepakat bahwa poligami adalah satu-satunya solusi. Bahkan pada akhir konferensi itu, poligami dimasukkan sebagai salah satu rekomendasi konferensi.
Pada tahun yang sama, setelah konferensi pemuda di Munich, beberapa surat kabar di Mesir menerbitkan sebuah artikel tentang masyarakat Born (Jerman Barat) yang sedang menuntut pemerintah agar segera mengesahkan undang-undang tentang Poligami. Hal ini semakin menguatkan kayakinan masyarakat secara umum, bahwa negara-negara sekuler (Eropa dan Amerika), cepat atau lambat, senang atau tidak, suatu saat, pasti menerima poligami sebagai satu-satunya solusi atas ketimpangan ratio ini. Pastur Hillman, sebagaimana yang dikutib oleh Abdel Azeem dalam tulisannya, telah mengakui kenyataan ini. Menurutnya, senjata massal yang dimiliki oleh negara-negara Eropa dan Amerika selama ini telah banyak menelan korban jiwa, kebanyakan adalah laki-laki. Oleh karena itu, dia sangat yakin, suatu saat nanti pasti akan terjadi ketimpangan ratio antara laki-laki dengan perempuan. Ia mengatakan: “Cukup masuk akal bahwa teknik-teknik penghancur massal (nuklir, biologi, kimia…) dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara jenis kelamin yang demikian drastis. Oleh karenanya, perkawinan poligami akan menjadi cara untuk mempertahankan diri yang dibutuhkan. Kemudian, berbeda dari adat dan hukum terdahulu, kecenderungan alamiah dan moral mungkin lebih menyukai poligami. Pada situasi begitu, para teolog dan pemimpinpemimpin gereja akan segera mengeluarkan alasan-alasan yang berbobot dan teks-teks Bibel untuk menjustifikasi konsep baru tentang perkawinan”. Argumen Pastur Hillman ini, bagi masyarakat modern adalah cara yang ideal bagi masyarakat modern -kaum perempuan- untuk memiliki karier dan anak-anak. Karena hanya dengan berpoligami, istri-istri itu dapat saling membantu dan merawat anak-anak dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.