23 Sep 2010

Semua Laki-laki Berpotensi Poligami


Poligami terbukti bukan milik golongan tertentu. Semua orang, apapun agama, suku atau profesinya mempunyai potensi untuk melakukan poligami, seperti sinshe terkenal di Medan, Sumatera Utara ini.

Di Medan, ada sinshe yang sangat terkenal. Dan bukan mustahil hampir semua orang di kota yang riuh dengan 'becak mesin' ini mengenal sinshe ini dengan baik. A Hok (47), demikian nama ahli sinshe itu. Tempat tinggal sekaligus tempat prakteknya di Jalan Emas 65D, Simpang Sutrisno, adalah referensi bagi orang di Medan jika ingin mencari kesehatan sekaligus kesegaran dan kebugaran tubuh. Itu karena A Hok adalah sinshe yang punya keahlian dalam pijat urat syaraf.

Di Medan, A Hok punya banyak relasi dengan dokter-dokter neurolog (syaraf). Seringkali para dokter ini meminta A Hok turut menangani pasien mereka, apalagi di Medan dokter yang ahli di bidang ini masing jarang. Sudah banyak orang yang bermasalah dengan syaraf sembuh setelah disentuh tangan A Hok.

Banyak orang terkenal di Medan yang mempercayakan kesehatan dan kebugaran tubuhnya ditangani A Hok. Salah satunya adalah Puspo Wardoyo. A Hok mengaku, sudah dua tahun terakhir ini berteman dan turut andil dalam perawatan tubuh Puspo. "Makanya bos Ayam Bakar Wong Solo itu terlihat segar terus meski mobilisasinya tinggi," kata A Hok.

Selain profesi sinshe yang membuatnya terkenal, A Hok juga sering jadi buah bibir orang Medan karena ia adalah pelaku poligami yang sukses dengan dua istri.

Bagi A Hok, dirinya cukup diketahui punya dua istri. "Lebihnya itu rahasia saya," jawab A Hok sambil terbahak. Bagaima dengan sikap 'adil' yang sering dikaitkan dengan poligami? "Ah, adil itu jangan sekali-kali dikatakan sulit karena akan sulit, tapi katakan itu mudah, pasti dimudahkan. Yang penting adalah kebijaksanaan suami dan para istri, meskipun istri-istri saya belum mau bertemu dan tak akan pernah mau bertemu. Tapi yang terpenting semua saling mengetahui dan menyetujui," demikian jelas A Hok.Menjalani kehidupan poligami secara terbuka di kalangan masyarakat Tionghoa seperti A Hok, bisa jadi merupakan anomali. Tapi bagi pria yang terlihat lebih muda dari usianya ini, poligami merupakan suatu keniscayaan bagi orang seperti dirinya.

Untuk lebih jelas, bagaimana ia menjali kehidupan poligami, simak penuturan A Hok kepada Tabloid Poligami berikut ini.

Meski agama yang saya anut (Budha -red) tidak ada tradisi poligami, tapi kecenderungan kelaki-lakian saya untuk beristri lebih dari satu tidak bisa dibendung. Dan saya yakin, semua laki-laki, apapun agama atau sukunya, punya perasaan yang sama seperti saya, karena ini merupakan karunia Tuhan. Maka lebih baik kawin lagi daripada jajan, sudah nggak enak, dosa lagi! Jadi, jangan takut atau malu mengaku berpoligami.

Tidak sedikit orang beranggapan, bahwa profesi seperti saya ini suka berselingkuh. Tapi menurut saya, berselingkuh adalah sifat sangat tercela. Tapi sebagai manusia normal, saya juga tidak bisa menampik jika suatu waktu saya akan terjerumus dalam kenistaan itu. Karenanya, dengan berpoligami saya yakin bisa bebas dari sifat tercela itu. Ada juga orang yang mengatakan, saya berpoligami karena ikut-ikutan teman baik saya, Puspo Wardoyo. Padahal poligami sudah saya lakoni jauh sebelum mengenal Puspo.

Saya menikah dengan istri pertama pada tahun 1980. Kehidupan kami saat itu sulit sekali, bahkan tinggal pun di rumah kontrakan yang sempit. Tapi kehidupan kami berubah ketika saya menikah dengan istri kedua pada tahun 1995. Mungkin istri kedua saya ini membawa hoki. Kini saya mampu memberikan kedua istri saya itu rumah yang layak.

Pada masa-masa awal kehidupan poligami, saya memang merasa agak sulit mengatur para istri. Itu karena mereka masih saling cemburu. Tapi saya memandang ini suatu kewajaran, karena cemburu adalah salah satu sifat dasar perempuan. Namun, lama-kelamaan kedua istri saya mampu menerima situasi ini walaupun mereka belum dan tak akan bertemu. Kesimpulannya, sifat menerima itu bisa tercipta meskipun diawali dengan keterpaksaan.

Orang bilang, menikah itu sah kalau memenuhi syarat-syarat administrasi seperti surat-surat dan sebagainya. Bagi saya, itu tidak perlu. Karena yang diperlukan dalam pernikahan adalah tanggung jawab. .

Sebenarnya, jujur saja, poligami dalam masyarakat Tionghoa itu bukan lagi rahasia. Itu sebabnya, Nia Dinata mengangkat kenyataan ini dalam filmnya yang berjudul 'Berbagi Suami'. Tapi saya bukan type Koh Abun dalam film itu yang menjalani kehidupan poligami dengan kurang baik karena takut pada istri. Akhirnya seperti kebanyakan orang yang selalu harus menceraikan istri kedua. Dan biasanya itu disyaratkan istri pertama untuk memilih salah satu, cerai atau istri pertama mengundurkan diri.
Saya orang yang bertanggungjawab dan selalu berusaha untuk bijaksana. Karena itu tak usah heran kalau melihat kedua istri saya taat pada saya. Kepada saya orang sering bertanya, berapa anak yang saya punya. Saya bilang, kalau soal anak jangan tanya saya, tanyakan pada dua istri saya. Kalau soal jumlah istri, baru bertanya pada saya. Sering juga, secara berkelakar orang bertanya, apa "obat kuat" yang saya pakai. Untuk ini jawaban saya, bukan apa obatnya, tapi lihat siapa yang "berbaju biru? pasti dijamin joss!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.